Main layangan memang mengasyikkan, ada kalanya kita menarik ada
kalanya kita harus mengulur agar layangan tetap dapat berada di
atas. Filosofi tarik ulur dalam permainan layangan bisa pula kita
pergunakan untuk mendidik anak-anak kita. Dimana ada saatnya anak-anak
diajarkan kedisiplinan, taat pada aturan-aturan, ada saatnya pula kita
lepas mereka agar dapat kreatif dan mandiri tidak selalu bergantung pada
orang tua.
Jika metode tarik ulur ini dapat dijalankan dengan baik, maka kita akan
membentuk generasi penerus yang berkualitas sesuai dengan harapan yakni
generasi yang berdisiplin tinggi namun tidak meninggalkan kreatifitasnya
dalam segala hal (yang posotif), sebaliknya jika timpang misal tarik
nya saja yang ditekankan pada anak dengan mengajarinya disiplin yang
tinggi, segala sesuatu harus sesuai dengan petunjuk dan ‘diajarin’ maka
kelak mereka akan menjadi orang-orang yang kaku serta cenderung tidak
toleran terhadap perbedaan, sebaliknya jika yang ditekankan hanya ulur
nya saja, maka kelak mereka akan menjadi orang-orang yang semaunya
sendiri, tidak menghargai nilai-nilai atau norma-normal yang berlaku,
termasuk pada orang tua pun mereka bisa melawan dan kurang ajar.
Agar metode tarik ulur bisa diterapkan secara tepat maka orangtua perlu
membekali diri dengan pengetahuan psikologi anak, maksud psikologi
disini mengetahui dan mencari tahu apa yang menyebabkan anak semangat,
apa yang menyebabkan ia marah, apa yang ia sukai dan tidak sukai dan
sebagainya, sebab masing-masing anak mempunyai karakteristik tersendiri
alias tidak bisa diseragamkan. Dan dengan mengetahui kondisi psikologis
anak, kita akan mengetahui kapan saatnya untuk ‘menarik’ dan kapan saatnya untuk ‘mengulur’.
No comments:
Post a Comment